1. Home
  2. /
  3. POSTING
  4. /
  5. VAKSIN DPT (DIFTERI PERTUSIS...
  6. /
  7. PERJALANAN PENYAKIT DIFTERI
penyakit difteri,vaksin dpt,difteri

Penyakit Difteri

   Sering kali putra-putri kita mendapat vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus) tanpa kita tahu sebenarnya penyakit apa yang sedang kita cegah ini. Penyakit difteri hampir tidak pernah kita temui lagi saat ini berkat keberhasilan vaksinasi DPT, meskipun kadang adan satu dua kasus yang kembali muncul karena cakupan imunisasi di tiap daerah tidak sama besarnya. Tanpa kesadaran akan bahaya penyakit ini ditakutkan lama kelamaan orang menjadi enggan melakukan vaksinasi karena dianggap penyakit ini sudah tidak ada. Ingat lah sekalipun di Indonesia sudah bebas penyakit difteri tetapi negara lain yang masih anti vaksin kasus ini masih sering ditemui, dan kunjungan orang-orang tersebut ke negara kita juga tidak sedikit, sehingga jika kita tidak membentengi putra putri kita dengan vaksinasi maka akan berakibat fatal. Dalam tulisan kali ini akan dibahas tentang penyakit difteri agar kita tetap waspada akan kejadian yang kadang tiba-tiba muncul di negara kita. Untuk tulisan seputar penyakit pertusis dan tetanus akan dibahas dalam tulisan lainnya. Baiklah, mari kita mulai.

   Biasanya orang-orang yang rentan terinfeksi akan mendapatkan kuman difteri yang bersifat toksigenik di dalam nasofaring yaitu daerah antara hidung dan tenggorokan. Kuman ini menghasilkan toksin (racun) yang mencegah pembentukan protein sel dan menyebabkan kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran semu di jaringan tersebut. Racun yang diproduksi pada membran di serap dan mengalir dalam darah dan didistribusikan ke jaringan tubuh lainnya.  Racun ini lah penyebab komplikasi berat berupa miokarditis (peradangan pada otot jantung) dan neuritis (peradangan saraf) dan juga menyebabkan trombosit darah menurun dan munculnya protein di urin. Sedangkan untuk jenis kuman difteri yang non toksigenik (tidak memproduksi racun) akan menyebabkan peradangan tenggorokan ringan hingga sedang, tetapi tidak menyebabkan terbentukan membran semu. 

Artikel terkait : BEDA VAKSIN PENTABIO INFANRIX PEDIACEL

   Gambaran klinik dari penyakit difteri ini ditandai dengan adanya masa inkubasi (masa dimana kuman mulai masuk sampai munculnya gejala pertama) sekitar 2 sampai dengan 5 hari. Penyakit ini dapat mengenai seluruh lapisan mukosa. Biasanya untuk lebih mudahnya mengklasifikasikan penyakit difteri berdasarkan lokasi jaringan tubuh yang terkena.

   Anterior Nasal Diphteria (Difteri pada rongga hidung bagian depan) memiliki gejala awal yang susah dibedakan dari flu biasa dengan timbulnya hidung beringus kental yang mungkin akan bercampur darah. Membran biasanya terbentuk di sekat antar rongga hidung. Penyakit ini biasanya ringan karena jarangnya terjadi penyerapan racun ke seluruh tubuh, dan dapat diatasi dengan terapi anti toksin dan antibiotik.

   Pharyngeal and Tonsillar Diphteria (Difteri pada tenggorokan dan tonsil) merupakan infeksi tersering dari penyakit difteri. Infeksi pada tempat ini biasanya menyebabkan penyerapan racun ke seluruh tubuh. Gejala awal rang tenggorokan biasanya datang tiba-tiba. Gejala awal termasuk lemas, radang tenggorokan, berkurangnya nafsu makan, demam yang tidak tinggi. Dalam 2-3 hari membran berwarna putih kebiruan meluas, mulai dari yang hanya pada area tonsil hingga seluruh langit-langit mulut. Biasanya saat datang ke dokter pertama kali membran berwarna hijau keabuan atau hitam jika sudah terjadi perdarahan. Membran semu ini sangat menempel pada jaringan sehingga jika memaksa untuk melepasnya akan menyebabkan perdarahan. Perluasan membran semu juga dapat menyebabkan saluran napas tersumbat. Beberapa orang mungkin mengalami penyembuhan tanpa terapi, sedangkan sebagian lainnya menjadi parah. Pasien yang mengalami keparahan juga akan mengalami pembengkakan pada area di bawah dagu dan leher depan sehingga muncul gambaran “bullneck” atau seperti leher banteng. Jika sejumlah racun terserap tubuh maka akan terjadi kepucatan, penurunan kesadaran, hingga kematian dalam 6 sampai 10 hari.

   Laringeal Diphteria (difteri pada tenggorokan bagian bawah yaitu pada area puta suara) yang bisa terjadi karena perluasan dari faring atau tanpa infeksi di faring. Gejalanya termasuk demam, serak, dan batuk hebat. Membran sering menyebabkan penyumbatan jalan napas, penurunan kesadaran, hingga kematian.

   Cutaneus Diphtheria (difteri pada kulit) biasanya sering dikaitkan dengan orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan bersifat non toksigenik, dan kalaupun toksigenik sifat penyakitnya tidak seberat bentuk infeksi difteri lainnya. Kasus ini sangat jarang terjadi.

Artikel terkait : APA ITU IMUNISASI DPT COMBO

   Komplikasi tersering dari difteri salah satunya adalah kematian yang diakibatkan dari efek racun. Keparahan penyakit dan komplikasi umumnya terkait dengan luasnya infeksi lokalnya. Ketika racun terserap tubuh maka akan mempengaruhi oragan-oragan tubuh laion yang jauh dari tempat masuknya kuman. Komplikasi yang paling sering adalah miokarditis dan neuritis. Miokarditis akan tampak dengan adanya irama jantung yang tidak normal dan dapat menyebabkan gagal jantung. Neuritis biasanya menyerang saraf motorik (saraf yang memberikan respon) dan sembuh sendiri. Kelumpuhan bisa terjadi pada langit-langit mulut, otot mata, lengan, dan diafragma. Komplikasi lainnya adalah otitis media (peradangan telinga bagian tengah) biasanya pada bayi. Angka kematian tertinggi pada usia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 40 tahun yaitu sekitar 20%.

   Jadi, sekarang Anda sudah tahu betapa mengerikannya kasus ini apalagi jika mengenai orang yang belum pernah divaksin sama sekali. Dengan kita mengimunisasi lebih dari 80% orang di populasi kita kemungkinan besar kejadian penyakit difteri akan bisa dihindari dalam komunitas tersebut karena telah terjadi kekebalan komunitas. Masih berani coba-coba untuk tidak melakukan imunisasi putra-putri tercinta Anda?