1. Home
  2. /
  3. POSTING
  4. /
  5. VAKSIN DPT (DIFTERI PERTUSIS...
  6. /
  7. BOOSTER VAKSIN DPT, PENCEGAH...
Booster Vaksin DPT

Booster Vaksin DPT, Pintu Penutup Wabah Difteri

Booster vaksin DPT kadang masih asing di telinga beberapa kalangan, namun Vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) itu sendiri tentunya bukan barang baru bagi semua kalangan, apalagi bagi para ayah dan bunda. Umumnya kita tahu bahwa vaksin ini diberikan pada bayi dan balita. DPT atau DTP merupakan salah satu vaksin wajib dalam program pemerintah Indonesia. Keampuhannya dalam mencegah ketiga penyakit targetnya pun sudah tidak diragukan lagi.

Seperti yang kita ketahui bersama. Tahun lalu, kejadian salah satu penyakit sangat menular Difteri yang disebabkan oleh kuman corynebacterium diptheriae, kembali mewabah di Indonesia. Penyakit yang pernah tereliminasi dari Indonesia sejak tahuan 90-an ini kembali muncul. Infeksinya pun tidak mengenal usia. Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, selama tahun 2017 terdapat 954 kasus difteri yang terjadi di 170 kabupaten/kota dan 30 provinsi dengan angka kematian mencapai 44 kasus. Tentu saja angka fantastis ini menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat terutama tenaga medis. Ledakan wabah ini disebabkan karena menurunnya imunitas suatu kelompok masyarakat yang diakibatkan karena beberapa hal, antara lain kurangnya cakupan keberhasilan imunisasi dan tidak adanya pengulangan suntik tambahan. Tidak hanya di Indonesia, laporan WHO pun menunjukkan bahwa terdapat kejadian luar biasa dalam hal ini Difteri di beberapa negara lain seperti India, Nepal, Pakistan dan Venezuela. Menurut salah satu studi yang dilakukan oleh dr.Lodeiro-Colatosti dari Venezuela, wabah difteri ini terjadi karena banyaknya daerah daerah yang belum terjangkau vaksin DPT, terutama vaksin booster atau tambahan.

Artikel terkait : BEDA VAKSIN PENTABIO INFANRIX PEDIACEL

Tak kenal maka tak sayang. Vaksin DPT ini terdapat dua macam yakni DPwT dan DPaT. Keduanya sama-sama bermanfaat untuk mencegah penyakit difteri, tetanus dan pertusis. Perbedaannya ada pada komponen antigen yang berada didalam vaksin. Vaksin DPwT berisi sel bakteri pertusis utuh yang tentu saja sudah dilemahkan dimana didalamnya terdiri dari ribuan antigen, sehingga sering menimbulkan reaksi panas tinggi, bengkak, merah dan atau nyeri di tempat suntikan. Sedangkan, vaksin DPaT berisi bagian bakteri pertusis yang tidak utuh dan hanya mengandung antigen yang dibutuhkan saja sehingga hampir tidak pernah menimbulkan berbagai macam reaksi seperti yang disebutkan diatas. Proses pembuatan vaksin DTaP pun lebih rumit, itulah mengapa harga vaksin ini cenderung lebih mahal. Waktu pemberian kedua jenis vaksin ini sedikit berbeda. Menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), jika yang digunakan vaksin DPwT maka vaksin diberikan saat usia 2, 3 dan 4 bulan. Namun, jika yang digunakan adalah DPaT maka vaksin diberikan dengan interval saat usia 2, 4 dan 6 bulan. Ini jadwal yang digunakan dalam program wajib imunisasi dari Pemerintah. Apakah anda tahu bahwa vaksin DPT tidak hanya dapat diberikan pada bayi saja?

Ya, perjalanan pemberian vaksin DPT sesungguhnya tidak selesai hanya di masa kita bayi saja. Ternyata, terdapat rekomendasi IDAI yang banyak tidak kita ketahui. Pemberian vaksin booster pertama atau suntik keempat untuk DPT ini dapa dilakukan saat anak berusia 18 bulan. Kemudian, vaksin tambahan kedua atau suntik kelima saat usia 5 tahun. Vaksin tambahan ketiga atau suntik keenam saat 10 – 12 tahun dan vaksin tambahan keempat atau suntik ketujuh diberikan saat usia 18 tahun. Setelahnya, pemberian vaksin ini harus diulang setiap 10 tahun sekali. Pada usia ini, bentuk imunisasi yang diberikan tetanus dan difteri saja. Hal ini juga dianut oleh beberapa rekomendasi dari beberapa asosiasi kesehatan mancanegara (seperti Centers for Disease Control and Prevention/CDC dan American Academy of Family Physician/AAFP dari Amerika Serikat), booster ini dapat diiulang tiap 10 tahun sekali. Hal ini penting dilakukan mengingat efektivitas vaksin ini berkurang dari 98.1% menjadi 71.2% setelah 5 tahun dari suntik kelima. Bahkan terdapat sebuah studi mengatakan bahwa efektivitas vaksin DPT akan menurun 10 % tiap tahunnya terhitung dari suntik terakhir jika tidak ada tambahan. Pemberian vaksin tambahan ini juga didukung dengan banyak studi. Seperti penelitian dari dr. Joel Ward beserta tim peneliti dari University of California-Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat. Mereka melaporkan bahwa pemberian booster vaksin pertusis, salah satu komponen dari vaksin DPT, pada individu dari berbagai usia (dari 15 hingga 65 tahun) dapat mencegah kemunculan pertusis atau batuk rejan hingga 92%. Gambaran besarnya manfaat dari pemberian booster vaksin DPT dipaparkan pula oleh dr. Stanley Wei dan tim peneliti dari CDC, Amerika Serikat pada jurnal ilmiah Clinical Infectious Diseases. Mereka mendapatkan bahwa siswa yang tidak mendapatkan booster vaksin tambahan pada usia 10-12 tahun memiliki risiko hampir 3 kali lebih tinggi untuk terinfeksi bakteri pertussis (Bordetella Pertussis) dibandingkan siswa yang sudah mendapatkan booster. Dengan kata lain, semua orang, baik dewasa hingga yang sudah lanjut usia, tetap disarankan untuk “memperbaharui” ketahanan tubuh kita terhadap kuman penyebab tiga penyakit berbahaya tersebut.

Lalu, bagaimana dengan wanita hamil? Apakah mereka perlu mendapatkan vaksinasi booster ini juga? Jawabannya adalah ya, karena risiko penularan ketiga penyakit tersebut kepada bayi yang dikandung terbukti lebih tinggi pada ibu hamil yang tidak mendapatkan dosis vaksin DPT tambahan. Studi meta analisis (studi yang mengumpulkan berbagai studi serupa dan menyimpulkannya) oleh dr. Furuta dan timnya menemukan bahwa pemberian vaksin DPT saat usia kehamilan 28-38 bulan dapat menurunkan kadar partikel bakteri DPT dalam darah secara signifikan, menunjukkan bahwa vaksin DPT ini dapat mencegah perpindahan bakteri DPT dari ibu ke anaknya. Efek samping yang dapat muncul pada ibu hamil pun tergolong ringan dan jarang ditemukan. Satu studi dari New Zealand yang meneliti 793 ibu hamil yang menerima vaksinasi DPT pada saat usia kehamilan 28-38 minggu hanya menunjukkan kemunculan efek ringan seperti nyeri atau bengkak di daerah penyuntikan, tanpa adanya kemunculan efek samping berat yang dapat dihubungkan dengan pemberian vaksin DPT ini. Ini menunjukkan keamanan vaksinasi DPT. Oleh karena itu, ibu hamil tak perlu takut akan pemberian vaksin ini lagi disaat kehamilan. Hal penting yang perlu diingat adalah munculnya efek samping dari vaksin ini sangatlah rendah, dan kalaupun muncul umumnya dalam derajat rendah dan waktu yang singkat. Laporan yang dikeluarkan oleh WHO menyebutkan bahwa kemungkinan kemunculan efek samping serius dan berbahaya, seperti kejang atau reaksi anafilaksis, sangatlah rendah atau bahkan hampir tidak ada.

Jadi, pemberian vaksin ini tidak hanya penting bagi bayi, anak-anak dan remaja tapi juga semua kalangan umur. Sehingga, tidak salah jika kita simpulkan imunisasi DPT merupakan imunisasi yang sangat dianjurkan bagi manusia dewasa. Mari menjaga kesehatan diri sendiri, keluarga, komunitas dan negara dengan mengikuti program pemerintah dan menggalakkan imunisasi tambahan DPT.

Artikel terkait: DAFTAR HARGA VAKSIN / BIAYA IMUNISASI KLINIK VAKSINASI RAISHA