1. Home
  2. /
  3. POSTING
  4. /
  5. VAKSIN ROTAVIRUS
  6. /
  7. Alergi Lateks dan Vaksin...
Alergi lateks dan vaksin rotavirus

Alergi lateks dan vaksin rotavirus

Sekilas bila kita membaca judul diatas, mungkin kita tidak akan menyangka bahwa alergi lateks dan vaksin rotavirus memiliki hubungan yang cukup penting. Bahkan mungkin saja ada yang meyakini bahwa vaksin tidak akan menimbulkan reaksi alergi sama sekali. Ya, seseorang bisa alergi terhadap vaksin rotavirus.

Artikel terkait : PERNYATAAN INFORMASI MENGENAI VAKSIN ROTAVIRUS

Alergi terhadap bahan lateks atau karet yang berasal dari getah tanaman ini merupakan salah satu alergi yang sering terlupakan tapi tidak jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian mengestimasikan bahwa sekitar 0.8 hingga 8.2% dari populasi di dunia memiliki alergi terhadap partikel protein tertentu yang dikandung oleh bahan ini.2 Kejadian alergi pasca vaksin ini digadang-gadang hanya 1 dari 1.000.000 dosis. Gejala yang ditimbulkan oleh alergi ini umumnya serupa dengan gejala alergi yang diakibatkan oleh bahan lain atau alergen lain, yaitu gatal, ruam, bersin hingga yang lebih parah seperti sesak nafas atau tekanan darah yang menurun secara mendadak. Yang perlu diperhatikan adalah lateks merupakan bahan yang mudah sekali kita temukan dalam berbagai barang yang kita gunakan sehari-hari, seperti sarung tangan, karet gelang, sol sepatu, atau bahkan penghapus, sehingga diperlukan kewaspadaan akan alergi akan bahan ini,

Nah, masih berhubungan dengan bahasan tadi, salah satu bahan yang mengandung lateks dan jarang diketahui oleh orang awam adalah vaksin rotavirus. Lebih tepatnya lagi, yang mengandung lateks adalah aplikator dari vaksin tersebut, bukan kandungan dalam vaksinnya itu sendiri. Kabar baiknya, tidak semua vaksin rotavirus menggunakan aplikator yang mengandung bahan lateks ini, melainkan hanya salah satu saja, yaitu Rotarix atau RV1.3 Bila kita ingat, cara pemberian vaksin rotavirus ini kepada anak adalah dengan memasukan aplikator berisi vaksin kedalam mulut anak dan mengeluarkannya, sehingga apabila sang anak ternyata memiliki alergi lateks yang tidak terdeteksi sebelum saat pemberian vaksin, anak tersebut dalam bahaya mengalami reaksi alergi. Yang lebih menjadi perhatian lagi adalah kita tidak bisa dengan mudah menghilangkan partikel protein yang menjadi dalang dari reaksi alergi ini dari vaksin, sehingga meskipun pada saat pemberian vaksin tidak adanya sentuhan antara anak dengan aplikator sudah dipastikan, belum tentu anak tidak akan mengalami reaksi alergi.

Hal ini menjadi perhatian khusus bagi para ahli imunisasi di seluruh dunia, sehingga berbagai badan kesehatan di berbagai penjuru mengeluarkan peringatan mengenai hal ini. Center for Disease Control and Prevention atau CDC dari Amerika Serikat mengontraindikasikan pemberian Rotarix kepada anak yang diketahui memiliki reaksi alergi terhadap lateks.4 Hal serupa pun telah diterapkan oleh badan kesehatan di berbagai negara lain.

Lalu bagaimanakah solusinya? Solusi paling mudah adalah beralih menggunakan Rotateq atau RV5 yang tidak menggunakan aplikator lateks. Rotateq menggunakan tube berisi cairan vaksin yang bisa dengan mudah diberikan kepada anak. Apabila Rotateq tidak tersedia dan bahan yang mengandung lateks tidak bisa dipastikan tidak berkontak dengan cairan vaksin, maka rekomendasi yang ada dari jurnal yang disusun oleh dr. Franceschini dan timnya di Itali adalah untuk tetap memberikan vaksinasi Rotarix dengan berhati-hati dan mengawasi anak selama minimal 60 menit setelah vaksinasi untuk memastikan tidak munculnya reaksi alergi.5 Kalaupun alergi terjadi pasca pemberian vaksin dan pada saat gejala muncul anak sudah tidak dalam pengawasan dokter, maka segeralah ke IGD rumah sakit untuk mendapatkan penanganan cepat dan tepat terutama bagi yang mengalami reaksi alergi berat.

Terdengar simpel, namun hal ini sangat direkomendasikan untuk diketahui. Meningkatkan kewaspadaan terhadap efek imunisasi adalah hal baik, menginvestasikan kesehatan dengan mendapatkan imunisasinya jauh lebih baik.

Daftar Pustaka

  1. Bilderbeste. Latex allergy rush. Diakses dari https://bilderbeste.com/foto/latex-allergy-rash-7b.html. Tanggal 4 April 2019.
  2. Grzybowski, M; Ownby, D; Rivers, E; Ander, D; Nowak, R. The prevalence of latex-specific IgE in patients presenting to an urban emergency department. Ann Emerg Med. 2002 Oct:40 (4):411–9.
  3. CDC. Rotavirus: questions and answers. Diakses dari http://www.immunize.org/catg.d/p4217.pdf. Tanggal 3 April 2019.
  4. CDC. Precautions and Contraidications. Diakses dari http://www.immunize.org/askexperts/precautions-contraindications.asp. Tanggal 3 April 2019.
  5. Franceschini F, Bottau P, Caimmi S, et al. Vaccination in children with allergy to non active vaccine components. Clin Transl Med. 2015;4:3. Published 2015 Feb 14. DOI:10.1186/s40169-014-0043-0

Artikel terkait: DAFTAR HARGA VAKSIN / BIAYA IMUNISASI KLINIK VAKSINASI RAISHA